• Home
  • Travel
    • Madinah
    • Dieng
    • Garut
  • LifeStyle
    • Tips
    • Fashion
    • Beauty
    • Review
  • Privacy Policy

Dunia Khoerunnisa

Everything About Me, My Trip, My Fav, My Life and My Dream

chinatown bandung

Traveling adalah kegiatan yang menyenangkan, hampir setiap orang menjadikan traveling sebagai hobi. Tapi pernahkah kamu menyadari jika kesalahan kecil bisa saja merusak liburanmu, bahkan hampir membuatnya gagal? 

Saya mendapatkan pelajaran berharga dari liburan saya kemarin, meskipun hanya berlibur ke Bandung (yang jaraknya tidak cukup jauh dari tempat saya tinggal), tapi kesalahan yang saya lakukan membuat liburan kali ini tidak sesuai ekspektasi. Dan lagi-lagi saya tidak ingin menyimpan pelajaran ini sendirian, saya ingin berbagi dengan pembaca setia blog saya tercinta, because sharing is caring, right?


    Tidak Membuat Itinerary

    Itinerary sendiri merupakan rencana perjalanan yang dibuat jauh-jauh hari sebelum keberangkatan. Saya termasuk orang yang menyepelekan itinerary karena menurut saya traveling dengan cara dadakan itu lebih seru dan menantang, namun pengalaman kemarin membuat saya sadar bahwa itinerary begitu penting. Merencanakan perjalanan secara matang membuat waktu dan budget kita tidak terbuang sia-sia. Saat liburan ke Bandung kemarin saya tidak merencanakannya secara serius, alhasil sejak pagi sampai malam saya hanya mengunjungi satu destinasi wisata saja, waktu saya habis terbuang oleh perjalanan yang tidak jelas, parahnya lagi sampai senja datang saya belum juga booking penginapan, saya terancam tidur di pinggir jalan karena penginapan yang sesuai dengan budget saya sudah penuh. Untungnya itu tidak terjadi, saya dapat tempat menginap di suatu rumah makan pinggir jalan, meski tidak sesuai yang diharapkan, saya bersyukur masih bisa beristirahat untuk memulihkan kembali tenaga yang telah terkuras seharian.

      Tidak Merencanakan Budget Liburan

      Budget adalah salah satu hal terpenting, yang sama sekali tidak boleh disepelekan. Kamu tidak ingin kan saat liburan uangmu habis tak karuan? Selain meremehkan itinerary, saya juga kerap meyepelekan budget untuk liburan. Menurut saya liburan membawa uang yang cukup, sudah pasti 'aman'. Tapi itu salah dan fatal tentunya, liburan tanpa perencanaan keuangan tanpa disadari malah akan membuat kantong kita jebol. Liburan yang harusnya menyenangkan dan tak terlupakan, malah jadi membuat stres setelahnya. Sebaiknya, sebelum liburan, kita rencanakan dulu berapa uang yang akan kita bawa, dialokasikan untuk apa saja, berapa untuk biaya makan, transportasi, oleh-oleh, tiket masuk wisata dan lain sebagainya. Jangan lupa bawa uang cadangan untuk berjaga-jaga dari kemungkinan biaya tak terduga.

      Tidak Saling Menghargai Pendapat

        Ada sebuah istilah, " Jika ingin mengetahui watak asli seseorang, bermusafirlah bersamanya." Saat traveling bersama teman atau rombongan, pasti kita akan menghabiskan banyak waktu dengan mereka, dengan begitu kita juga pasti akan menemukan perbedaan pendapat karena tidak setiap orang memiliki karakter yang sama. Jika perbedaan pendapat itu terjadi, kita harus saling menghargai satu sama lain agar liburan tidaklah rusak dengan hal-hal sepele. Dari liburan kemarin pula saya mendapatkan pelajaran bahwa berdiskusi dengan teman traveling itu penting, meski ada saja yang saya tidak suka dari karakternya, dan saat terjadi perselisihan kita tidak boleh sama-sama keras kepala dan harus saling menghargai setiap pendapat yang ada. 

          Tidak Bersabar Menghadapi Situasi

          Akan ada situasi yang kurang menyenangkan saat traveling, mau tidak mau hal itu harus kita hadapi tentunya bukan dengan hati dan pikiran yang memanas. Dibutuhkan kesabaran yang tinggi di saat seperti ini, sebab jika tidak bersabar dan kamu tidak berusaha menikmati liburanmu, sudah tentu jelas esensi liburanmu akan rusak, Kamu hanya akan mengingat bagian tidak menyenangkan saja nantinya. Bagaimanapun tidak  menyenangkannya liburanmu, bersabarlah dan nikmati setiap momen yang ada.



          Setiap perjalanan pasti ada pelajaran yang bisa kita ambil, tergantung apakah kita menyadari atau tidak perjalanan itu mengandung pelajaran. Nah, cukup sekian tulisan dari saya, semoga bermanfaat.

          15.34 5 komentar


          Di dunia backpacking saya bukan termasuk kelas senior, saya baru menyukai kegiatan ini sejak 2016 silam dan destinasi yang saya kunjungi pun belum terlalu banyak. Meski begitu saya mendapatkan banyak pelajaran, ya pengalaman adalah guru saya. Pengalaman backpacking mengajarkan saya sesuatu yang tidak diajarkan ketika saya hanya berdiam diri di rumah, ketika saya hanya berbaring di atas kasur dengan smartphone di genggaman saya. Pengalaman yang saya dapatkan terlalu berharga,  dan akan jadi sia-sia jika tidak saya bagi dengan orang lain.

          • Bersabar

          Backpacking itu sedikit berbeda dengan traveling biasa menurut saya, kenapa? Karena kegiatan backpacking itu adalah kegiatan untuk mengeksplorasi tempat baru dengan minim pengeluaran sebisa mungkin (Syukur-syukur gratis hehehehe), artinya jadi backpacker itu jangan berharap perjalanan kita nyaman. Bisa tidur di penginapan sederhana saja sudah alhamdulillah, jangan berharap lebih dengan tidur di hotel mewah. Tiba-tiba saya ingat pengalaman saya beberapa waktu lalu, ketika saya pulang dari Kendal menuju Pekalongan, saya menunggu bus cukup lama tapi tidak dapat. Akhirnya datang mobil elf diiringi suara kondekturnya yang khas, dengan terpaksa saya naik mobil tersebut, karena saya pikir saya harus sampai Pekalongan saat Ashar tiba lalu melanjutkan perjalanan menuju Karawang . Betapa kagetnya saya ketika masuk ke dalam mobil ternyata sudah sesak penumpang sampai kami yang berdiri di dekat pintu belakang mobil harus didorong oleh kondektur. Jelas saya marah, saya pikir kalau mobil sudah penuh kenapa harus memaksa mengangkut penumpang melebihi kapasitas? Di situ pikiran saya sudah kacau sekali,  sudah sikap kondekturnya kurang menyenangkan, saya harus berdiri dan berdesakkan, semalam kurang tidur pula, bagaimana pitam saya tidak naik?

          Saya minta turun, tidak diizinkan oleh si kondektur. Saya mendumal menggunakan Bahasa Sunda, tidak ada yang menganggap saya aneh, bisa jadi karena mereka tidak mengerti bahasa saya. Lama-lama saya mendumal menggunakan Bahasa Indonesia, semua penumpang menoleh.Mungkin dalam hati mereka "Ini orang ngedumel mulu dari tadi..." Akhirnya saya minta turun lagi dibantu penumpang lain agar sopir menghentikan laju mobil, dikabulkan. Tapi apa, barang-barang saya dilempar oleh si kondektur, astaghfirullahaladziim. Jujur saja, sebenarnya saya juga salah karena tidak sabar menghadapi situasi seperti ini, karena ini memang pengalaman pertama saya naik mobil umum dengan keadaan berdiri dan berdesakkan. Ini hanya secuil cerita tentang sabar selama backpacking, akan ada sabar-sabar selanjutnya di perjalanan selanjutnya.  Saya juga pernah tidur di depan mini market sambil menunggu bus, saya tidak kuat menahan kantuk karena memang badan saya sudah benar-benar kelelahan. Tapi apa saya kapok? Oh tentu tidak, saya malah suka hal-hal seperti ini, saya suka keluar dari zona nyaman saya, saya suka petualangan.


          • Menginap Gratis

          Beberapa kali saya beruntung karena mendapatkan penginapan gratis selama backpacking, mulai dari menginap di rumah teman hingga menginap di rumah orang asing yang tak dikenal. 
          Tentu saya amat bersyukur, hal itu otomatis akan memangkas biaya pengeluaran. Enaknya lagi rata-rata pelayanan si pemilik rumah kepada tamunya luar biasa baik.


          • Mendapatkan Teman Baru

          Salah satu hal yang saya suka dari kegiatan ini adalah mendapatkan teman baru, meski saya tergolong introvert dan sulit bergaul, jujur saya sangat senang sekali. Apalagi jika bisa saling membantu satu sama lain. Saya pernah sakit di perjalanan menuju Bandung, untung waktu itu teman perjalanan saya seorang tenaga kesehatan, jadi bisa langsung ditangani. Saya juga pernah makan ditraktir oleh teman baru, eh bukan berarti saya muka gratisan ya hehehe. Dikasih gratis, ya diterima. Ya itulah gunanya teman, meski pertemuan kita singkat tetapi kita tidak lupa untuk saling tolong menolong, siapa tahu suatu hari nanti kita bisa bertemu lagi, siapa tahu suatu hari kita saling memerlukan bantuan. Iya kan?


          • Tidur di Mana Saja


          Namanya juga backpacker, budget saya terbatas. Jika saya tidak menemukan penginapan murah, seperti yang saya jelaskan tadi mau tidak mau saya harus rela tidur di mana saja, depan mini market, masjid, sampai pos ronda. Apakah itu aman? Alhamdulillah aman-aman saja, karena saya backpacking tidak sendiri hehehe. Jujur saja saya belum berani untuk solo traveling.


          • Makan yang Penting Kenyang

          Selama backpacking makan tak perlu mewah-mewah, yang penting kenyang dan menambah tenaga. Eh, biasanya kalau traveling saya cari makanan khas setempat, sekalian eksplorisasi kuliner. Tapi bukan berarti cari makanan yang mahal dan menghabiskan budget ya? Poin terpenting adalah kenyang.


          Sepertinya tulisan sudah terlalu panjang, itulah sedikit pengalaman saya menjadi backpacker. Dunia ini luas. Guys. Sayang sekali jika kamu hanya berdiam diri di kamar, tidur dan menonton tv. Yuk, jelajahi dunia, jika diberi kesempatan bertemu, jangan lupa sapa saya! 
          14.10 3 komentar
          Jalan-jalan ke suatu daerah tak akan lengkap tanpa menikmati kulinernya bukan?

          Beberapa bulan kemarin saya berkesempatan mengunjungi Dieng, dan pastinya mencicipi kulinernya. Jadi sayang sekali jika saya tidak berbagi rekomendasi kuliner Dieng di sini.
          Nah, apa saja sih kuliner Dieng yang wajib dicicipi? Yuk simak!

          Mie Ongklok

          Kuliner Dieng


          Mie ongklok menjadi salah satu kuliner wajib saat kita berkunjung ke Wonosobo khususnya Dieng, sebab udara Dieng yang dingin-dingin gemesin cocok sekali untuk menyantap kuliner yang satu ini. Kuahnya yang hangat dan kental, mienya yang kenyal, rasanya yang gurih, membuat kita tidak butuh alasan lagi untuk mencoba lezatnya mie ongklok. Ketika kita datang ke Wonosobo, kita akan banyak menemukan pedagang Mie Ongklok, mulai dari warung, kedai, restoran hingga gerobak-gerobak yang menjajakan jualannya di pinggir jalan. Oh ya, mie ongklok juga tersedia dalam bentuk mie instan, jadi bagi wisatawan bisa membawa pulang mie ongklok sebagai oleh-oleh khas Wonosobo. Meski mie ongklok ini terlihat sederhana, tapi jangan sampai dikewatkan. Karena makan mie ongklok itu menurut saya rasa Wonosobo banget.

          Iga Bakar

          Kuliner Dieng

          Selain mie ongklok, ada iga bakar yang rasanya juicy abis. Perpaduan rasanya yang manis dan gurih meledak di mulut bahkan saat suapan pertama. Dagingnya juga empuk, jadi jangan takut dagingnya alot, ya.

          Carica

          carica.co.id

          Carica merupakan buah yang masih satu keluarga dengan pepaya, pohon keduanya pun sekilas mirip. Di Dieng, carica diolah menjadi berbagai macam jenis kuliner, ada yang dibuat manisan, ada yang  dibuat selai dan masih banyak lagi.  Sedikit informasi, ketika saya membeli manisan carica, saya bertanya pada sang penjual, kata saya apakah bisa buah carica dimakan langsung? Lalu kata sang penjual, carica tidak bisa lngsung dimakan, harus melewati berbagai macam proses, yang kata si penjual prosesnya cukup ribet. Soal rasa, buah carica ini tidak perlu diragukan lagi, saya pun sampai menyesal karena membeli sedikit, maklum waktu itu saya jadi backpacker, jadi berat kalau saya bawa terlalu banyak membawa oleh-oleh.


          Tempe Kemul dan Kentang Goreng


          Pagi-pagi sarapan tempe kemul dan kentang goreng yang ditaburi bumbu balado, wih mantap tiada dua. Dieng adalah salah satu kawasan penghasil kentang terbesar di Indonesia, jadi wajar saja jika di sana kita akan banyak menemukan olahan kentang, salah satunya kentang goreng. Meski sederhana, tapi kentang goreng di Dieng sungguh nikmat, saya pernah mencoba sendiri kentang goreng bumbu balado di rumah, tapi saya rasa, nikmatnya tidak sama dengan ketika saya mencicipi kentang goreng Dieng. Lalu bagaimana dengan tempe kemul? Nah, tempe kemul ini masih saudara dengan mendoan. Soal rasa, tempe kemul juga memiliki rasa yang maknyus apalagi jika makannya ditemani cabe rawit dan teh tawar hangat, dijamin banjir keringat.

          Nah, cukup sekian tulisan dari saya. Semoga bermanfaat. Keep exploring!
          21.55 2 komentar


          Kemarin saya sudah membahas tentang Telaga Warna, nah kali ini saya akan ceritakan pengalaman saya di Bukit Pandang Ratapan Angin dengan view yang luar biasa epik.

          Sebelum membahas view, mari kita membahas tiket. Kita cukup membayar Rp. 10.000,-/orang dan sudah bisa menikmati pemandangan indah dari gardu pandang dan batu ratapan angin. Sebelum sampai di bukit pandang, kita harus menaiki beberapa anak tangga. Meski begitu, kita tidak akan merasa bosan karena mata kita langsung dimanjakan dengan hijaunya perkebunan. Di area Batu Pandang ini, banyak ditanami berbagai macam bunga juga buah, salah satunya adalah tanaman carica.

          Bukit pandang ratapan angin
          Perkebunan di area Batu Pandang Ratapan Angin


          Jika kamui ingin berlibur bersama keluarga, tempat ini bisa jadi salah satu rekomendasi. Selain tiketnya yang murah, Batu Pandang Ratapan Angin ini juga cocok untuk anak-anak karena di dalamnya disediakan beberapa wahana, seperti jembatan gantung, dan ayunan gantung. Kita juga bisa berinteraksi dengan burung hantu.


          Fyi, kemarin saat saya berkunjung ke Dieng beberapa waktu lalu, wahana jembatan merah putih tidak bisa digunakan karena ada kerusakan. Tapi itu tidak mengurangi antusias saya dengan tempat ini, karena memang tujuan saya ke Batu Pandang Ratapan Angin adalah melihat view epik dua telaga sekaligus.



          Batu pandang ratapan angin
          View Telaga Warna dan Telaga Pengilon dari Batu Pandang

          Bagaimana, keren bukan? Kita bisa melihat view Telaga Warna danTelaga Pengilon dari ketinggian. Untuk bisa berfoto di atas batu, kita harus rela mengantri, apalagi jika memasuki musim liburan, pasti banyak pengunjung yang datang.

          Oh ya, setelah bosan dengan Batu Pandang. Jangan lupa mampir di Dieng Plateu Theater, masih satu area kok. Lagi pula rasanya tidak lengkap jika pergi ke Dieng tapi tidak mampir ke teaternya, karena tidak diperbolehkan memfoto dan merekam selama di dalam teater, jadi saya tidak menampilkan fotonya. Dieng Plateu Theater tiket masuknya gratis, jika saat memasuki area Dieng sudah membayar tiket. Waktu itu saat kedatangan ke Dieng, kebetulan saya tidak dipungut biaya jadi saya mesti membayar tiket seharga Rp. 10.000,-/orang.

          Sekilas saja tentang Dieng Plateu Theater, di dalamnya seperti teater pada umumnya, namun yang menurut saya keren adalah, kita bisa belajar sejarah, budaya, dan keunikan Dieng dari sebuah film dokumenter.

          Saya tidak akan bercerita panjang lebar, selain tangan saya pegal, bercerita panjang lebar akan membuatmu bosan dan tak penasaran.

          Semoga tulisan ini bermanfaat, keep exploring, Guys!
          21.12 1 komentar


          Saat baru saja tiba di Dieng, tempat wisata yang saya kunjungi adalah Telaga Warna. Dengan bermodal Google Map, dari pertigaan Dieng saya berjalan kaki karena sama sekali tidak tahu kendaraan apa yang bisa saya tumpangi dari pertigaan menuju pintu masuk Telaga Warna. Akhirnya setelah beberapa menit berjalan, saya sampai juga di pintu masuk Telaga Warna, namun sebelumnya, untuk mengisi perut saya sempat membeli baso tusuk, rasanya enak dan menghangatkan tubuh saya yang belum terbiasa dengan udara Dieng.

          Dieng
          Iseng berswa foto sebelum memasuki area Telaga Warna

          Fyi, harga tiket masuk ke Telaga Warna yaitu 12.000 rupiah saja, untuk pengunjung domestik (kebetulan saya datang saat weekday), untuk wisatawan mancanegara harga tiket masuknya bisa sepuluh kali lipat, di situlah saya bersyukur sekali jadi warga negara Indonesia 😅.

          Telaga warna
          Salah satu view Telaga Warna

          Nah, saat pertama memasuki area Telaga Warna, saya langsung disuguhi dengan telaga yang warnanya hijau kebiruan, sayangnya view yang saya lihat pertama kali kurang memanjakan mata, karena saat itu telaga sedang surut dan sedang ada renovasi di beberapa bagian, jadi kalau kamu ingin dapat view yang maksimal, coba cari angle yang pas.






           Kalau foto yang di atas lebih epik, bukan? Di area wisata Telaga Warna ini tidak hanya ada telaga, tetapi masih banyak tempat lain yang bisa kamu kunjungi, seperti Gua Semar, Batu Tulis Eyang Purbo Waseso dan masih banyak tempat bersejarah lainnya. Oh ya, Telaga Warna ini masih satu area dengan Telaga Pengilon, dan akan lebih epik viewnya jika dilihat dari Batu Pandang Ratapan Angin.


          Yang saya suka dari Telaga Warna ini adalah pemandangannya yang indah, alamnya yang masih asri, jauh dari hiruk pikuk perkotaan serta udaranya yang sejuk. Saat mulai kedingininan tidak lupa saya mencicipi lezatnya kentang goreng khas Dieng dengan bumbu balado yang menggoyang lidah.

          Bagi kamu yang ingin mengunjungi tempat ini, dari terminal kota Wonosobo (jika menggunakan kendaraan umum) kamu bisa naik kendaraan sejenis elf menuju Kauman, dari Kauman naik mini bus menuju Dieng. Waktu yang ditempuh dari Terminal Wonosobo kurang lebih sekitar satu jam, selama perjalanan kamu akan disuguhi pemandangan yang luar biasa, Pegunungan yang menjulang, jalanan yang berkelok dan jurang di sisi-sisinya.

          Semoga tulisan ini bermanfaat, keep exploring Guys!



          12.07 5 komentar

          Alhamdulillah saya menutup akhir tahun ini dengan petualangan luar biasa. Seminggu yang lalu saya dan suami diberi kesempatan untuk mengunjungi Dieng. Suasana yang tenang, udaranya yang sejuk, dan penduduk lokalnya yang ramah membuat saya betah berlama-lama di sana, hanya saja saya tidak punya waktu banyak untuk berlibur sehingga tidak semua tempat wisata saya kunjungi. Bagi saya yang tinggal di Karawang yang notabene udaranya cukup panas, udara di Dieng jadi terasa begitu dingin. Untung saja homestay tempat saya menginap memiliki pemanas air di kamar mandi dan lantainya dilapisi karpet, jadi sedikit mengurangi rasa dingin. Mau tahu tempat wisata mana saja yang saya kunjungi selama di Dieng? Yuk simak!

          Bukit Sikunir


          Bukit Sikunir
          View dari puncak Bukit Sikunir



          Meski puncak gunung ini berada di ketinggian 2370 MDPL, namun gunung ini lebih sering disebut bukit, karena memang tidak seperti gunung-gunung biasanya yang membutuhkan stamina ekstra untuk mencapai puncaknya, hanya perlu mendaki kurang lebih 30 menit dari tempat parkir dan itu pun sudah disediakan tangga sebagai jalurnya. Hal ini dikarenakan Bukit Sikunir terletak di ketinggian 2263 MDPL jadi untuk mencapai puncak, terasa tidak begitu jauh. Oh ya, pengalaman saya berburu sunrise di Bukit Sikunir adalah pengalaman luar biasa, demi bertemu golden sunrise yang 'katanya' the best sunrise-nya Asia Tenggara, saya harus rela bangun jam 4 dini hari, setelah shalat Subuh saya berangkat menuju Bukit Sikunir dengan melawan dinginnya Dieng (suhunya bisa sampai 14°C) berbekal petunjuk dari Google map dan sedikit arahan dari pemilik homestay. Untung saja pemilik homestay menyediakan sewa motor dengan tarif Rp. 50.000,- sepuasnya, jadi saya bisa berkeliling Dieng tanpa harus berlelah-lelah.

          Udara yang dingin, kanan kiri jalan masih terbilang hutan, tempat yang sepi, dan kabut yang tebal cukup membuat saya merinding. Takut? Pasti. Sempat tersesat saat menuju lokasi karena minimnya signal, namun karena berbekal keyakinan akhirnya sampai juga ke Bukit Sikunir meski sedikit terlambat.

          Yang membuat saya terkagum-kagum adalah sepanjang perjalanan menuju  Bukit Sikunir, saya disuguhi pemandangan menakjubkan, jika langit masih gelap, dari ketinggian kita bisa menyaksikan lampu-lampu dari rumah penduduk yang berada di dataran lebih rendah, sekaligus diselimuti kabit tipis sebagai penghias, cantik sekali. Ketika langit mulai terang, cantiknya lampu-lampu penduduk akan digantikan oleh lautan awan, putih bak kapas. Bagi penduduk desa Sembungan dan sekitarnya, hal itu menjadi pemandangan lumrah yang biasa disaksikan setiap hari. Fyi, desa Sembungan adalah desa tertinggi di pulau Jawa (2306 MDPL).

          Desa Sembungan
          View desa Sembungan di siang hari.

          Karena sudah diceritakan waktu tempuh menuju puncak Sikunir, pengalaman perjalanan, dan lain sebagainya. Mari kita lihat golden sunrise.


          Pemandangan golden sunrise semakin terlihat makin cantik ditemani Sindoro yang menjulang gagah.

          Setelah matahari mulai meninggi, dan tubuh butuh amunisi, akhirnya saya turun untuk berburu kuliner.



          Jika berkunjung ke Dieng, jangan lupa berburu kuliner khas Dieng yaitu kentang, entah yang digoreng atau diolah dengan macam-macam cara, jangan lupa tempe kemul yang rasanya maknyos di lidah.

          Oh ya, saat saya turun dari Bukit Sikunir, saya dan pengunjung yang lain disuguhi dengan pertunjukan calung yang sarat akan kesenian dan budaya Indonesia.

          Pertunjukan Calung
          Pertunjukan calung di kawasan Bukit Sikunir


          Bukit Sikunir sangat cocok sekali dijadikan destinasi wisata untuk berlibur bersama keluarga. Minggu lalu, kebetulan sudah mulai memasuki libur panjang, jadi saat berkunjung ke sana tempatnya cukup ramai, pengunjungnya mulai dari balita sampai lansia.

          Jika tidak ingin terlambat menyaksikan golden sunrise dan suka alam bebas, kamu bisa menyewa tenda untuk bermalam di area sekitar Bukit Sikunir.

          Mohon maaf bila ada kesalahan, semoga tulisan ini bermanfaat😊


          20.33 No komentar

          Review Innisfree Perfect UV Protection Cream Triple Care


          Halo Skin Care Lovers, apa kabar? Senang sekali rasanya sekarang kita sudah menginjak masa libur panjang. Liburan tidak lepas dari paparan sinar matahari langsung, untuk menangkal sinar UV sebaiknya kita menggunakan tabir surya terlebih dahulu. Kebetulan sekali sekarang saya sedang jatuh cinta-jatuh cintanya terhadap skin care Korea. Untuk kamu pecinta skin care pasti sudah tahu brand yang satu ini, ya Innisfree.


          Kali ini saya akan berbagi review, tentang tabir surya yang dikeluarkan oleh brand Innisfree. Bagi saya yang seorang traveler, tabir surya adalah barang wajib yang mesti dibawa, sebab selain melindungi kulit dari paparan sinar UV, tabir surya juga mencegah kulit kita dari berbagai masalah, seperti penuaan dini.




          Fyi, Innisfree Perfect UV Protection Cream Triple Care ini mengandung ekstrak minyak biji bunga matahari dan teh hijau Jeju yang berguna untuk melindungi kulit dari paparan sinar UV. Oh ya, tabir surya ini juga direkomendasikan untuk jenis kulit berminyak, teksturnya yang creamy dan water resistant, sehingga tahan lama untuk digunakan di luar ruangan, meski begitu kita sebaiknya tidak berlama-lama terpapar sinar matahari.


          Saya suka sekali dengan tabir surya ini, dengan aksinya yang 3 in 1 memberikan perlindungan anti UV, anti kerut dan mencerahkan wajah, membuat saya awet cantik saat traveling. Awalnya saya kaget saat pertama kali mengaplikasikan tabir surya ini ke wajah saya, karena warnanya memang jauh dengan warna kulit saya. Mungkin karena memang Innisfree ini produk Korea, jadi mengikuti kebanyakan warna kulit mereka. Jadi saat digunakan rasanya ‘jomplang’ sekali dengan kulit saya, tapi setelah diratakan keseluruh wajah, ternyata bisa nge-blend juga dengan kulit. Alhasil wajah saya jadi lebih cerah beberapa tingkat dari aslinya.




          Nah, gambar di atas adalah hasil setelah menggunakan Innisfree Perfect UV Protection Cream Triple Care. Untuk harganya setiap penjual berbeda-beda kisaran di atas seratus ribu di bawah dua ratus ribu, memang lebih mahal dari harga produk lokal, tapi kualitasnya memuaskan. Yang membuat saya jatuh cinta dengan produk ini adalah, ketahan lamaannya dalam menjaga kulit saya agar tetap cerah meski beraktivitas di luar ruangan, apalagi jenis kulit saya memang berminyak sehingga make up mudah sekali luntur.

          Itulah ulasan saya terhadap Innisfree Perfect Protection Cream Triple Care, semoga bermanfaat.

          23.28 2 komentar


          Tachophobia



          Halo Teman-Teman, apa kabar?

          Sebentar lagi libur akhir tahun nih, sudah merencanakan destinasi tujuan? Jika belum, yuk buruan rencanakan liburanmu dengan matang dan segera booking (mumpung sedang banyak promo hihihi).


          Oh ya membahas tentang liburan, perjalanan, dan destinasi wisata pasti yang terlintas di pikiran kita adalah semuanya tentang kesenangan, betul?


          Padahal sama sekali tidak, meski memang traveling itu menyenangkan, ada beberapa hal di mana kita tidak suka dengan perjalanan kita. Terkait hal-hal yang tidak disukai itu kembali kepada pribadi masing-masing ya. Nah, jika saya pribadi, saya paling tidak suka ketika dalam sebuah perjalanan Tachophobia saya kambuh.


          Apa sih Tachophobia itu?

          Tachophobia adalah rasa takut terhadap kecepatan, biasanya seseorang yang menderita Tachophobia akan mengalami beberapa gejala seperti panik, jantung berdebar, sakit perut dan lain sebagainya.


          Bagi saya yang juga menderita Tachophobia, hal itu sangat tidak menyenangkan. Jika boleh memilih, antara Tachophobia dan mabuk perjalanan, maka tanpa pikir panjang saya akan memilih mabuk perjalanan. Mengapa? Mabuk perjalanan bisa diatasi dengan makanan yang menghangatkan perut, minyak angin, atau kalaupun saya harus (maaf) muntah, sekali muntah saja rasanya perut sudah plong. Berbeda dengan Tachophobia, jika saya dalam sekali jalan saya menempuh perjalanan selama 10 jam, maka bisa jadi saya mengalami kepanikan dalam waktu yang cukup lama.


          Naik kendaraan dengan kecepatan di atas 50 km/jam saja rasanya sudah seperti naik roller coaster, saya akan mengalami kepanikan luar biasa. Saya mengalami Tachophobia sejak usia kira-kira 3 tahunan, ketika Tachophobia saya kambuh, otomatis saya akan menangis histeris. Berbeda dengan sekarang, saya akan sangat malu jika saya menangis dalam kendaraan apalagi sampai berteriak-teriak.


          Saya mengalami hal memalukan saat Januari lalu naik pesawat, jujur saja itu pengalaman pertama saya. Saat take off, saya kaget luar biasa, sontak saja mengucapkan istighfar berkali-kali. Terbang pertama saya selama 2 jam dari Jakarta menuju Kuala Lumpur itu sangat tidak nyaman, mengingat saya takut sekali akan kecepatan terlebih saat terbang pesawat naik-turun berulang kali, membuat jantung saya seperti dipermainkan. Mulut saya tidak berhenti beristighfar, tangan saya terus memeluk kursi penumpang di depan saya. Itu memalukan, sangat memalukan.


          Sampai Kuala Lumpur, tangan dan kaki saya gemetar hebat, jantung saya berdebar dan akhirnya saya menangis sejadi-jadinya. Ke Kuala Lumpur sebenarnya hanya sekadar transit, jadi saya harus naik pesawat lagi dengan durasi terbang yang lebih lama. Saya sepertinya kapok naik pesawat karena pengalaman terbang yang kurang menyenangkan. Bagaimana ini? Melanjutkan perjalanan harus naik pesawat, pulang ke Tanah Air pun naik pesawat. Akhirnya saya naik pesawat lagi untuk melanjutkan perjalanan, namun terbang selanjutnya lebih menyenangkan, horrayyy.


          Untuk mengantisipasi terjadinya Tachophobia biasanya saya meminum obat anti mabuk perjalanan, agar saya bisa tidur dan tidak merasa panik. Meski Tachophobia membuat perjalanan saya jadi buruk, tapi apakah saya kapok? Oh tentu tidak, pengalaman buruk dari sebuah perjalanan hanya hal kecil dibanding pelajaran yang bisa saya ambil, jauh lebih kecil jika dibanding pengalaman baiknya. Tachophobia tidak menghalangi saya untuk terus menjelajahi tiap sudut bumi.


          Buat Kamu yang menderita Tachophobia tapi suka traveling juga seperti saya, Kamu tak perlu takut. Keep calm! Sepanik apapun, tarik nafas dalam-dalam, pegang erat orang terdekatmu (bagi penderita Tachophobia sebaiknya jangan traveling sendirian. Bawalah kerabat, keluarga, atau pasangan. Biar saat Kamu panik, ia bisa menenangkanmu)


          Keep exploring guys.


          Semoga bermanfaat!


          11.07 3 komentar


          Hallo lebaran kemarin pada kemana nih? Sibuk mudik apa sibuk tidur? Hehehehehe.
          Di kesempatan ini saya akan berbagi cerita dan pengalaman saya selama pendakian Gunung Guntur. Sekedar info bahwa Gunung Guntur ini berada di daerah Sirnajaya, Tarogong Kaler, Garut dengan ketinggian 2.249 mdpl, meski ada beberapa jalur pendakian yang bisa diakses para pendaki, tetapi jalur pendakian paling populer adalah via Citiis salah satu alasannya adalah mudah dilalui oleh kendaraan.

          Gunung ini terbilang pendek dibandingkan gunung-gunung lain, namun memiliki keunikan tersndiri yang mampu menarik minat para pendaki untuk menjajal treknya yang katanya 'nyebelin'. Salah satu keunikan Gunung Guntur ini adalah puncaknya yang berwarna kecoklatan bila dilihat dari jarak jauh, hal ini disebabkan karena jarangnya pepohonan yang tumbuh di area puncak dan tekstur tanahnya yang berpasir serta berkerikil.

          Jujur, ini adalah pendakian pertama saya, karena masih newbie jadi saya ikut open trip. Meski open trip peralatan outdoor saya cukup lengkap sehingga barang bawaan saya lumayan berat. 1 carrier berisi semua kebutuhan saya dan suami karena saya hanya membawa backpack, alhasil suami saya yang juga msih newbie kewalahan mengangkat beban yang diperkirakan mencapai 20 kg, untung saja kawan-kawan seperjalanan kami baik hati dan tidak sombong, jadi mereka dengan senang hati membawakan carrier suami saya secara bergantian, maaf ya kita merepotkan sekali kemarin.

          Sebelum mencapai basecamp Gunung Guntur, rombongan kami sempat mengalami insiden kecil. Mobil kami dengan tidak sengaja memasuki area hutan sekitar pukul 4 pagi, ditambah ban mobil belakang yang kami tumpangi pecah sehingga harus diperbaiki terlebih dahulu. Itu pengalaman yang menarik bagi saya, karena di tempat itulah pertama kali saya salat di tengah hutan hehehehe.

          Akhirnya kami sampai di basecamp sekitar pukul 6 pagi, saya langsung membersihkan wajah dan menggosok gigi di toilet umum karena untuk mandi butuh nyali ekstra. Setelah itu sambil menunggu sarapan datang, saya duduk-duduk santai sambil menghirup udara pagi diiringi lelucon kawan-kawan yang mengocok perut saya.


          Pendakian dimulai sekitar pukul 8 pagi, meski foto diatas terlihat mendung tetapi aslinya cukup panas dan membuat saya dehidrasi lebih cepat. Baru beberapa langkah saja rasanya dada saya sudah sesak mungkin karena saya ada riwayat paru-paru, bahkan sempat tersirat di pikiran saya "Bisa gak ya sampai puncak?" dan "Gimana kalo saya mati disini?". Malu kalau saya harus jujur, tapi bahaya juga kalau saya tutup-tutupi. Tetapi ebelum saya sempat mengaku dada saya sesak, suami malah saya malah menghentikan langkah karena kewalahan membawa carrier, setelah dibongkar ternyata yang memberatkan adalah air, jadilah air-air kita dibagi dengan tim, carrier suami dibawa oleh ketua rombongan dan backpack saya dibawa suami, alhasil saya tidak membawa apa-apa kecuali trekking pole. 


          Meski tidak membawa beban saya termasuk orang yang boros air, perjalanan dari basecamp sampai pos satu (dengan jarak tempuh kurang lebih 3 jam) saya sudah menghabiskan 2 liter air. Karena bagi saya air adala pelarian ketika saya merasa lelah atau ketika napas saya mulai tersengal-sengal. Di saat break, saya tidak pernah menyia-nyiakan kesempatan, saat break saya harus duduk dan mengatur napas agar bisa melanjutkan perjalanan, dan jangan lupa minum.



          Pos 1

          Setelah berjam-jam berjalan di bawah terik matahari, akhirnya kami masuk juga di zona rimba yang sama artinya kami sudah sampai di pos 1. Karena ini zona rimba, udaranya sangat sejuk dan suara gemericik air menambah keindahan alamnya. Di pos satu ini juga kami bisa duduk-duduk santai, ada juga warung yang menyediakan berbagai macam jajanan yang bisa mengganjal perut. Jika ingin buang air, di pos satu ini ada toilet (baca: jamban) yang bisa kita gunakan. Gunung Guntur ini airnya cukup melimpah, tapi hanya dari pos 1 sampai pos 3 saja atau area camp.





          Setelah duduk sejenak, saya dan tim kembali melanjutkan perjalanan, pakaian yang saya kenakan basah akibat keringat, dan ketika memasuki zona rimba dan udaranya yang sejuk keringat saya malah berubah jadi dingin. Kata ketua rombongan saya, pos 2 tidak ada jadi langsung menuju pos 3. Nah disinilah trek yang paling menyebalkan bagi saya, yaitu memanjat batu-batu besar nan terjal sampai kaki dan tangan saya lemas. Benar kata mereka bahwa Gunung Guntur adalah gunung yang "Dekat di Mata Lemas di Kaki"

          Sayangnya di trek bebatuan ini saya tidak sempat mengambil gambar, mungkin saking lemasnya sehingga saya tidak mood berfoto-foto ria, jadi biar Kamu juga penasaran hehehhe, lagi pula saat waktunya break saya hanya sibuk minum atau mengatur nafas jadi tidak sempat mengambil gambar. Setelah hampir satu jam merangkak-rangkak, memanjat dan bergelantungan ( bohong lebay, serius amat bacanya) akhirnya kita keluar dari zona rimba dan kembali berjalan di bawah terik matahari. Saat berjalan saya tidak terlalu fokus mengamati keadaan sekitar, saya tidak tahu benda apa saja yang saya temui, saya tidak tahu tanaman apa saja yang saya lewati karena yang ada di pikiran saya adalah "kapan sampai?"

          Pos 3


          Dan saat paling membahagiakan adalah ketika saya sampai di pos 3, udara sejuk langsung menyambut saya yang kepanasan. Ditambah air nya yang sejuk dan menyegarkan, kalau saya bilang air disana rasanya seperti "Galon Bapak" karena bapak mertua saya punya dispenser yang ada pendinginnya (katrok kan? heheheh).

          Disini pula saya merasa bersedih karena tidak ada warung dan toilet, sumber air memang dekat tapi untuk memenuhi pengeluaran saya sebagai seorang manusia mau tidak mau zat-zat yang tidak berguna dari tubuh saya harus dikeluarkan di antara semak-semak belukar dan terkadang harus bertemu dengan zat-zat tidak berguna milik orang lain dan itu mengerikan, karena ini pertama kali saya merasakan kehidupan alam liar. Dari tempat kami mendirikan tenda ke sumber air berjarak sekitar 250-300 meter cukup jauh ditambah saya harus menuruni banyak turunan, jadi untuk sekali buang air atau mengambil air cukup membuat dengkul saya sakit.






          Tempat saya dan tim mendirikan tenda posisi tanahnya cukup miring dengan tekstur tanahnya berbatu dan berpasir, disini kita sudah mulai rawan terpeleset jadi harus ekstra hati-hati saat berjalan. Karena disekitar kami jarang ada pepohonan, di siang hari rasanya panas sekali, jika di musim penghujan rawan terkena sambaran petir. Meski begitu viewnya keren banget, saya bisa lihat pemandangan kota Garut dari ketinggian.


          Pemandangan kota Garut akan jauh lebih indah saat malam hari, karena seolah-olah kita melihat bintang ada di atas langit dan di bawah gunung karena kilauan lampu-lampu bangunan, lampu-lampu jalan, dan lampu-lampu lainnya. Pemandangan ini bisa dinikmati bersama secangkir teh, kopi atau coklat panas untuk sekedar menghangatkan tubuh (itu sih bagi yang jomblo ya).



          Saya pikir di puncak treknya lebih mudah, karena dari tempat saya nge-camp tidak jauh seperti bukit-bukit yang biasa saya jumpai saat melalui jalan tol hehehehe. tapi faktanya jauh lebih sulit, istilahnya naik 5 langkah, turun 2 langkah. kerikil dan pasir menghambat langkah saya dan tim, jadi kami harus pintar-pintar memilih pijakan. Katanya sih Gunung Guntur itu miniaturnya Gunung Semeru.

          Kami mulai summit pukul 4 pagi, udara yang cukup dingin mengganggu pernapasan saya, dada yang sesak dan udara dingin berhasil membuat saya semakin kesulitan, sehingga saya lebih sering berhenti hanya untuk mengambil napas panjang dan minum air. terbesit dalam pikiran saya untuk menyerah, tapi itu pantangan buat saya.  Akhirnya setelah berjam-jam kami berjalan dan tentunya penuh perjuangan, akhirnya kami sampai di tempat dimana kita harus merangkak-rangkak sampai puncak.


          Kelelahan saya dan tim akhirnya terbayar ketika sang surya mulai muncul dan menampakkan sinarnya, gumpalan-gumpalan awal membentuk seperti ombak, cantik sekali. saya pun menyempatkan diri untuk duduk santai menikmati lukisan alam, dan mengabadikan momen dalam beberapa jepretan gambar.


          Ada kebanggan tersendiri saat saya bisa bisa mencapai titik ini, saat kami sedang duduk-duduk suami saya bilang "Kemarin kita ada di ketinggian karena naik pesawat, sekarang kita di ketinggian karena naik gunung, makasih ya udah bawa saya ke tempat ini"
          Seketika ituu pula hati saya luluh, hehehehe.
          Selonjoran dulu 

          Taraaaaaa akhirnya saya bisa sampai puncak, baru sampai puncak satu ya belum puncak-puncak yang lain. Di belakang saya ada puncak dua dan alhamdulillah juga saya bisa menginjakkan kaki disana meski persediaan makanan dan minuman sudah habis, jadi saya belum bisa mencapai puncak 3. Sensasi yang tidak bisa saya lupakan saat di puncak adalah awannya yang seperti kabut berterbangan menerpa wajah saya, rasanya sejuk meski terik matahari tak mau kalah.




          Perkenalkan ini kita, Nyeok adventure dari Karawang

          Ekspresi lelah saat turun gunung.


          Jika Kamu ingin mencoba sensasi mendaki Gunung Guntur, jangan lupa membawa gaiter dan trekking pole karena tekstur tanahnya yang berkerikil dan berpasir, gaiter untuk melindungi kerikil masuk ke dalam sepatu dan melukai kaki, sedangkan trekking pole membantu menahan tubuh kita agar tidak jatuh saat naik atau turun gunung. Trek disini cukup ganas, karena saya banyak menemukan sol sepatu terbuang begitu saja, ada pula teman seperjalanan saya sepatunya jebol saat summit. Oh ya, karena sumber air hanya sampai pos 3, sebaiknya saat summit membawa air dan makanan yang cukup.   

          Oke, sekian catatan saya kali ini, mohon maaf bila ada kekurangan. Terima kasih sudah mengunjungi blog saya.








          12.00 No komentar


          Assalamualaikum

          Alhamdulillah tidak terasa sekarang sudah menginjak pertengahan bulan Ramadhan, semangat terus puasanya ya. Sekarang saya akan ceritakan pengalaman saya di Masjd Quba, tapi saya mohon maaf disini saya hanya akan menampilkan beberapa foto saja karena banyak foto-foto saya yang hilang selama perjalanan umrah kemarin dan jujur itu rasanya nyesek banget hehehehe.

          Masjid Quba ini adalah masjid pertama yang dibangun oleh Rasulullah pada tahun 1 Hijriyah atau 622M di Quba, yang jaraknya sekitar 5 Km sebelah tenggara kota Madinah. Jadi bisa diperkirakan perjalanan dari Masjid Nabawi ke Masjid Quba hanya sekitar10-15 menit mengendarai bis.

          Hal pertama yang saya kagumi dari masjid ini adalah arsitekturnya yang sederhana dengan didominasi warna putih namun kuat akan nilai sejarahnya serta memiliki keistimewaan tersendiri sampai diabadikan dalam Al-Qur'an.

          "Sesungguhnya masjid itu yang didirikan atas dasar takwa (Masjid Quba) sejak hari pertama adalah lebih patut bagimu (Hai Muhammad) bersembahyang di dalamnya. Di dalamnya terdapat orang-orang yang ingin membersihkan diri " (At Taubah, 108).


          Di Masjid Quba ini kita juga akan menemukan banyak sekali burung merpati terbang bebas, jadi kita juga sekalian bisa bersantai sambil memberi makan burung. Di sisi masjid ditumbuhi banyak pohon kurma, sehingga kita bisa duduk-duduk dibawah pohonnya yang rindang. Ada banyak pedagang kaki lima yang menjajakan dagangannya di sana, bahkan ada beberapa penjual yang menerima uang rupiah.

          Meski telah berkali-kali direnovasi dan diperluas, Masjid Quba ini masih terasa sempit bagi saya karena untuk menuju tempat salat khusus wanita saja harus berdesak-desakkan dengan jama'ah lain, mungkin karena waktu itu Jama'ah sedang lumayan banyak. Ditambah jalur naik dan turun tidak dibedakan (koreksi jika saya salah, sebab ini perjalanan saya 6 bulan lalu jadi agak lupa-lupa ingat heheheh) alhasil jalur ini makin padat dan makin berdesak-desakkan.

          Ada cerita unik dan lucu yang saya alami di masjid ini, ketika saya sedang berdesak-desakkan menaiki tangga menuju tempat salat. Selama menaiki anak tangga saya harus mengangkat sepatu saya ke atas kerena waktu itu sepatu saya dalam keadaan basah sehabis dari toilet, saya takut sepatu basah saya mengenai pakaian orang lain lalu menjadikannya mutanajis. Tiba-tiba ada seorang ibu-ibu jama'ah dari Indonesia nyeletuk "Turunin aja sepatunya"
          Pada saat itu juga sontak saya menjawab "Nanti kena orang, takut najis"
          Ibu-ibu itu diam seribu bahasa, di belakangnya ada ibu-ibu lagi (masih dari Indonesia) mengacungkan jempol untuk saya, ia bilang "Bagus!"
          Alhamdulillah, ternyata tindakan saya mengacungkan sepatu ternyata tidak salah dan mendapatkan respon positif dari orang lain.

          Pelajaran yang bisa kita ambil dari kisah ini adalah jangan mudah menghakimi atas apa yang orang lain lakukan, mungkin saja ada hal positif di luar jangkauan pikiran kita.

          Semoga tulisan ini bermanfaat, salam sayang.

          Lilis Khoerunnisa.





          21.49 No komentar


          Sudah tak bisa dipungkiri lagi jika Puncak Everest adalah impian bagi kebanyakan pendaki. Puncak tertinggi di dunia itu menyuguhkan panorama yang super epik, setuju? Hanya saja biaya yang harus dikeluarkan tidaklah sedikit, minimal kita harus merogoh kocek sampai 500 juta dan itu belum termasuk biaya porter, makan, hotel, oleh-oleh dan biaya tak terduga lainnya. Fantastis sekali bukan?

          Meski saya belum pernah terjun ke dunia pendakian, jujur saya sangat tertarik jika ditawari untuk bisa mencapai Puncak Everest, ya jika tidak bisa ke puncaknya bisa sampai ke Everest Basecamp saja sudah Alhamdulillah sekali.

          Menelusuri pegunungan Himalaya bukanlah hal yang mudah, butuh ketahanan fisik yang kuat karena suhu disana jauh berbeda dibandingkan suhu di Indonesia yang tropis. Saya bertekad jika saya ingin sampai ke Everest, selain budget yang cukup saya pun harus mengolah fisik saya dengan cara belajar mendaki gunung-gunung yang ada di Indonesia sebagai media latihan, mendaki gunung-gunung di Indonesia pun jangan dianggap remeh, perlu banyak latihan fisik sebelum melakukan pendakian.

          Cukup sekian sharing saya kali ini, sampai jumpa di tulisan saya berikutnya!
          10.59 No komentar



          Jika Anda ingin merasakan eksotisnya matahari terbit dan terbenam, datanglah ke Pantai Pangandaran. Disana kita akan disuguhkan pemandangan matahar tebit dan terbenam yang epik, jika ingin merasakan eksotisnya matahari terbit kita bisa stay  di  pantai timur setelah shubuh, tapi jika kita ingin menikmati indahnya matahari terbenam kita bisa datang ke pantai timur. Pantai Pangandaran memang lengkap, banyak spot yang indah yang tidak boleh kita lewatkan.

          Sambil menunggu matahari terbenam, kita juga bisa menyaksikan para nelayan pulang melaut dengan hasil tangkapan yang mereka bawa. Terasa sekali kebersamaannya, mereka bergotong royong menarik jaring lalu hasil ikannya mereka jual dan hasilnya mereka bagi.

          Selain pantai, Pangandaran juga memiliki Cagar Alam yang wajib kita kunjungi saat kesana agar perjalanan kita tidak hanya sebatas melihat pemandangan yang epik tetapi juga bernilai edukasi, Cagar Alam merupakan hutan lindung yang masih asri, dan dihuni berbagai jenis hewan salah satunya adalah rusa dan monyet. Nah jika kita berkunjung ke Cagar Alam, kita bisa melihat para monyet bebas berkeliaran, tetapi kita harus tetap mematuhi aturan salah satunya yaitu tidak boleh memberi makan atau minum kepada para monyet, karena akan mengganggu kesehatan monyet itu sendiri.

          Di Cagar Alam kita juga akan belajar sejarah zaman penjajahan dulu karena di dalamnya ada sebuah goa buatan yang digunakan sebagai tempat bersembunyi dari penjajah Jepang, kita juga akan mengunjungi banyak goa dan belajar tentang berbagai jenis bebatuan yang ada di dalam goa tersebut semuanya akan dijelaskan oleh tour guide yang telah disediakan oleh pihak pengelola Cagar Alam. Jadi Pantai Pangandaran ini tidak hanya eksotis karena pantainya, tetapi ditambah eksotis ditambah dengan hutan lindungnya yang masih asri serta meiliki nilai sejarah.

          Jika ingin berbelanja Anda tidak perlu khawatir, ada banyak toko yang menjual pernak-pernik hingga pakaian khas Pantai Pangandaran. Soal harga Anda tak perlu takut, Para penjual disana cukup ramah, kita bisa melakukan tawar-menawar harga asal kita menawar dengan harga yang wajar.

          Cukup sekian sharing saya kali ini, semoga bermanfaat!


          16.19 No komentar




          Saya suka traveling, traveling bukan sekedar mengunjungi banyak tempat yang membutuhkan budget yang besar. Saya akui memang untuk traveling butuh biaya, dari mulai transportasi, biaya penginapan, logistik, hingga biaya yang tak terduga. tapi itu sebanding dari apa yang akan kita dapatkan, dari traveling kita dapat pengalaman baru, ilmu baru, teman baru, dan pastinya semua menginspirasi kita untuk jadi orang yang lebih baik.

          Dengan traveling pula kita belajar menjadi pribadi yang sabar, saling tolong menolong, contohnya saat kita kelelahan membawa tas besar di punggung, ada seorang teman yang rela membawakannya untuk kita, wah itu luar biasa sekali bukan?

          Saya kecanduan traveling sejak 2 tahun lalu, itu traveling pertama saya. Lucunya saya hanya membawa uang tidak lebih dari Rp. 200.000,- karena kita hanya menggunkan motor sebagai alat transportasi. Bagi saya yang waktu itu masih gadis berusia 20 tahun, perjalanan Karawang-Purwakarta-Subang-Bandung 2 hari 2 malam dengan motor itu  perjalanan yang susah untuk dilupakan, untungnya saya melalukan traveling ini bersama teman-teman yang sudah berpengalaman, ditambah ada satu orang diantara kami yang memang bekerja di sebuah instalasi kesehatan, jadi saat maag saya kambuh dia langsung cepat tanggap.

          Bagi saya traveling itu bukan sekedar menghabiskan uang demi destinasi wisata, tapi berbagai pelajaran yang bisa kita dapatkan dari sebuah perjalanan.

          semoga tulisan saya bermanfaat
          01.47 No komentar


          Pagi itu tepat tanggal 11 Januari 2018 saya menginjakkan kaki di kota Madinah, kota Baginda Nabi yang diberkahi. Dengan suhu kurang lebih 17 derajat celcius dan wajah yang tampak lelah, saya masih bersemangat mengabadikan momen-momen penting yang baru kali itu saya alami. Ya, pagi di negeri orang.

          Kesan pertama yang muncul di benak saya tentang kota ini adalah "Dinginnya yang cukup menusuk tulang", sehingga kulit saya menjadi kering dan bersisik karena kehilangan kelembaban alaminya, ditambah hidung saya yang mulai berdarah, maklum saja karena saya anak tropis Karawang yang tidak terbiasa dengan udara dingin.

          Sesampainya di hotel tempat kami menginap, saya lebih memilih untuk membungkus diri dengan selimut karena meski didalam ruangan pun rasanya tidak jauh berbeda dengan udara di luar. "Tidak turun salju saja dinginnya sudah begini, apalagi turun salju. Brrrrrrr...." Pikirku.

          Salat Dzhur Pertama di Masjid Nabawi


          Saya datang ke Tanah Arab ini memang bukan sekedar jalan-jalan, melainkan untuk melaksanakan ibadah umrah, jadi sangat disayangkan jika saya harus melewatkan shalat di Masjid Nabawi meski satu waktu shalat saja. Berhubung masih baru pertama kali umrah, saya sedikit terlambat dan akhirnya tidak kebagian shalat di dalam mesjid, terpaksa saya shalat di pelatarannya, meski di pelataran tetapi tidak terasa panas karena Masjid Nabawi difasilitasi dengan payung raksasa yang kurang lebih tingginya 20 meter dan lebar 25 meter yang bisa dikendalikan secara otomatis agar bisa terbuka dan tertutup pada waktu yang ditentukan, jadi saat siang hari atau musim dingin, payung raksasa ini hampir tidak pernah ditutup.

          Ada beberapa pelajaran yang bisa saya ambil dari perjalanan saya ini, yang pertama adalah bagaimana saya harus menghargai waktu, bangun jam 3 dini hari, datang ke masjid minimal 30 menit sebelum adan ( itu pun sudah harus rela salat di luar hehehe) harus bisa menyempatkan diri cuci pakaian diantara padatnya kegiatan selama di Madinah, dan lain sebagainya.

          Pelajaran kedua adalah bagaimana saya melatih kesabaran, jangan baper! Tempat sesempit apapun selama badan saya muat, ya saya harus sabar, saya tidak boleh marah atau jengkel saat ada orang lain nyelip di tempat salat saya, atau saat saya sedang santai duduk di barisan shaf salat lalu ada orang lain (orang luar) lewat dan menyentuh kepala saya, saya tidak boleh marah walaupun di Indonesia kepala adalah anggota tubuh paling mulia yang tidak sembarang orang bisa menyentuhnya iya kan? hehehe

          Pelajaran ketiga adalah saya sangat kagum dengan saling berlomba-lombanya orang-orang disana dalam berbagi dengan tanpa memandang warna kulit dan ras. Hampir dalam setiap waktu salat ada saja yang membagikan kurma atau permen meski hanya 1 biji saja. Maa syaa Allah, mungkin mereka sangat faham begitu besarnya pahala berbuat baik di Masjid Nabawi sehingga mereka mau berlomba-lomba dalam kebaikan.

          Semoga tulisan ini bermanfaat!




          BACA JUGA:
          Pagi itu di Masjid Quba
          10.36 No komentar

          Total Tayangan Halaman

          About me




          Seorang wanita biasa yang lahir di Karawang, 04 Januari 1996. Hidup di tengah keluarga yang biasa, juga latar belakang pendidikan yang biasa. Meski begitu, ia tak pernah menyerah memperjuangkan mimpinya yang luar biasa

          Follow Us

          Blog Archive

          • ▼  2022 (1)
            • ▼  April (1)
              • Review MS Glow Deep Treatment Essence
          • ►  2021 (6)
            • ►  Agustus (1)
            • ►  Mei (2)
            • ►  Maret (1)
            • ►  Februari (2)
          • ►  2020 (5)
            • ►  Desember (2)
            • ►  Agustus (1)
            • ►  Februari (1)
            • ►  Januari (1)
          • ►  2019 (10)
            • ►  Desember (1)
            • ►  Juli (1)
            • ►  Juni (3)
            • ►  Mei (2)
            • ►  April (1)
            • ►  Maret (1)
            • ►  Januari (1)
          • ►  2018 (17)
            • ►  Desember (3)
            • ►  November (1)
            • ►  September (1)
            • ►  Juli (2)
            • ►  Juni (2)
            • ►  Mei (3)
            • ►  April (4)
            • ►  Maret (1)

          Labels

          Beauty Bisnis Innisfree Kuliner Laneige Nacific. Nature Republic Oriflame Pond's Puasa Review Sehat Sejarah Skin Aqua Skincare St. Ives Tips Travel Wardah

          Hot Items

          • Tips Agar Tetap Sehat saat Berpuasa
            Yeaayyyyyy, Ramadhan sudah di depan mata. Bulan Ramadhan adalah bulan yang mulia, penuh berkah, ampunan serta rahmat, memang sudah se...
          loading...


          FOLLOW ME @INSTAGRAM






          Created with by ThemeXpose | Distributed By Gooyaabi Templates